All That the Nature Shows Me

This is all about what the nature teaches me, through people, nature itself or consciousness.

Berhala Kami

Uang oh uang, tanpamu mata orang memandang rendah, tanpamu harga diri bagai tak terlihat, oh uang tanpamu jerit tangis lapar menggaung. Oh uang, mengapa engkau menjadi tuhan yang juga menyenangi penyiksaan.

Wahai uang, tuhan para manusia saat ini, akulah orang munafikmu. Tak beriman padamu, tapi mengemis mencarimu saat kesusahan.

Ah, kau berhala yang menyilaukan. Jika Ibrahim hidup saat ini, akan kumohon..jangan hancurkan patung-patung tapi hancurkan uang-uang itu. Karena itu berhala yang lebih mudah menyesatkan kaum tuhanmu. Ibrahim, taukah kenapa mereka perlu uang?

Dengan uang mereka bisa makan. Dengan uang mereka bisa memuaskan kelamin. Dengan uang mereka bisa berkuasa mengatur, menutupi ketakutan akan kenyataan bahwa mereka bukan apa-apa dalam kehidupan. Dengan uang mereka dapat bersenang-senang hingga lupa bahwa hidup hanya untuk mati.

Oh Ibrahim, tuhanmu tak jahat seperti uang kan?

(Des'10)

Jadi Cahaya

"Maaf, nona atau nyonya?"
"Nyonya"
"Oh, maaf lagi suaminya masih ada Bu?"
"Ada," ujarnya sembari tersenyum.
"Kerja di mana suaminya Bu?"
"Di Jakarta ada. Di Bandung ada. Denpasar, Tokyo, New York juga ada. Di mana-mana." ujarnya semangat.
"Enak ya jalan-jalan."
"..." ia tesenyum.
"Ga ikut-ikut Bapaknya ni Bu?"
Ia menghela nafas dalam dan kembali tersenyum,
"belum waktunya"


Sayang. Aku ditanyain lagi kenapa ga ikut kamu. Kamu yang harusnya sekarang jadi cahaya. Kita kan udah janji supaya kita berdua abadi, setelah mati berubah jadi cahaya. Supaya umur ga berlalu. Apa kamu cahaya sekarang?

Tapi sayang, apakah cahaya bisa merasa?

(Des'10)

Topeng Anjing

Boleh Kak, topengnya Kak.. 20 ribu aja. Ayo Kak, boleh Kak. Dicoba dulu.

Ada topeng soleh. Khas Arab, Vatikan juga. Kalo pake topeng ini dijamin dapet pengikut. Bisa punya istri kanan kiri. Bisa punya masa sendiri.

Topeng pintar juga ada. Lengkap dengan ijasah juga. Tinggal pilih, s1 tambah 10juta, s2 tambah 20juta.

Boleh Kak..topengnya Kak.

Ini topeng yang paling laku, Kak. Topeng bermoral. Kalau pake topeng ini boleh caci maki Luna-Ariel, tapi di rumah nonton Miyabi juga. Boleh menghujat koruptor, tapi di kelas nyontek, tapi di kantor nyolong waktu.

Topengnya Kak boleh. 20 ribu Kak. Oh kalo itu topeng sok pemikir. Sok-sok-an peduli ini itu, tapi ngomong doang. Itu udah diborong Kak. Diborong sama yang nulis ini.

(Des'10)

Sebuah Diskusi tentang G 30 S (1)

2/3 Simbolisasi 1/3 Diskusi

Acara yang digelar di Perpus Nasional itu memang merupakan peluncuran dan diskusi, namun sayang oh sayang banyak waktu dipakai untuk foto-foto, simbolisasi anu dan itu, pengantar a b c. Sehingga waktu diskusi sangat sebentar, dan dalam 'sebentar' pun tak banyak yang bersuara untuk berdiskusi, melainkan opini satu-satu. Satu arah. Masing-masing. Itulah mengapa saya menganggap diskusi tadi malam itu menyedihkan. Kembali mengenai masalah pengantar, saya jadi curiga bagaimana kerasnya kerjaan sang editor buku ( G30s 1965, Perang Dingin dan Kehancuran Nasionalisme) ya? Tapi seperti Pak Ben Anderson bilang bahwa 'ceramah' Pak Tan sebagai penulis berbeda dengan cara beliau menulis, Alhamdulillah, maka belilah!


Diskusi yang berlangsung kurang lebih sepertiga terakhir jatah waktu sewa gedung itu diisi oleh Bennedict Anderson (Professor Emiritus Universitas Cornell) dan Hilmar Farid (Peneliti Institut Sejarah Sosial Indonesia) sebagai pembicara dan JJ Rizal (Sejarawan Komunitas Bambu) sebagai moderator. Saya suka gaya moderator berbicara: pintar, tajam dan blak-blakan serta usahanya mengarahkan diskusi agar tidak meleber. Begitupula para pembicaranya, tentu saja. Pak Ben menjelaskan sedikit bagaimana beliau menganjurkan Pak Tan untuk menulis Buku, serta membeberkan beberapa fakta yang bagi seorang pembenci sejarah saat SD, cukup membuka mata. Seperti fakta bahwa 90% (atau 70%) penjabat Hindia Belanda pada tahun tertentu (ya, saya penghapal yang payah) adalah pribumi. Sedangkan dari generasi muda, Hilmar Farid dengan lantang, lugas, kritis dan cerdas memberi pandangan mengapa buku ini perlu di baca. Darah Tiong Hoa sang penulis, juga diangkat oleh Pak Hilmar. Ia menjelaskan bahwa istilah 'orang asli' dan 'bukan asli' di Indonesia adalah bias. Semua orang Indonesia adalah pendatang dari utara dan penduduk asli justru semakin ke Timur. Maka pertanyaannya adalah "Asli sejak tahun berapa?"

Ada 6 orang dari audiens yang bertanya atau memberikan pendapatnya. Dari keenam orang tersebut, hanya dua orang yang benar-benar bertanya (dan keduanya jauh lebih muda dari 4 pemberi statement). Dari dua yang bertanya, hanya satu pertanyaan yang menarik perhatian saya. Karena satu pertanyaan lainnya ditanyakan penyanya yang mungkin datang telat sehingga menanyakan kelebihan buku ini dibanding buku 30S lainnya yang sebenarnya sudah dijelaskan oleh dua pembicara di awal.

Kehancuran Nasionalisme

Pertanyaan menarik tersebut diajukan oleh seorang laki-laki muda yang namanya saya lupa berkaitan dengan judul bukunya: kehancuran Nasionalisme. Cukup menarik, karena jika hanya terus menerus membahas penyiksaan, tipu muslihat dan kebusukan lain pada 30S kita mungkin hanya akan berputar-putar tak jelas. Dia bertanya, sejak kapan sebenarnya Indonesia sebagai 'nation' terbentuk? Sejak kapan ide nasionalisme Indonesia benar-benar muncul? Apakah orang-orang berkumpul lalu ide nasionalisme muncul atau sebaliknya?

Ini ada pertanyaan yang sering mengganggu saya dan juga pernah menjadi diskusi saya dan teman.

(bersambung)

Kalkulator Pahala


"Diam Nak. Ibu sedang sibuk," ujarnya. Baru saja sebuah alat turun dari langit. Kalkulator pahala.

Jemari dekilnya menari, menekan tuts. Semua kebaikan tinggal di-input-kan, lalu pahalanya akan dihitungkan. Oh, kalkulator mahacanggih bisa melakukan pemangkatan 7777 kali untuk pangkat 7, wah bahkan lebih. Marni saja kewalahan melihat pahalanya. Apalagi kiai bersorban dan berbaju kurung.

"Emang kenapa dengan sorban dan baju kurung?"
"Berarti soleh."
"Abu Jahal pake baju kurung, gimana?"

Ah, sudah-sudah. Pahala Marni 125 digit!!! Baiklah, cukup untuk 2x3 meter di surga. Tak apalah dipinggir sungai, biar bisa sering-sering minum anggur dan susu. Mana bisa di dunia ia beli minuman macam itu. Air putih saja susah.

"Pak, beli Pak. Kalkulator pahala. Turun dari langit sehabis sembahyang tadi."
"Hmmm... Berapa harganya?"
"50 ribu Pak. Saya sudah selesai pakainya."

Marni tersenyum.


Giliran bapak kaya menghitung pahalanya pada kalkulator yang baru ia beli. 750 digit!!! Lumayan, villa di bukit di surga. Uang yang ia pakai untuk jalan-jalan ke mekah, memotong kurban, dan kasih tajil menyumbang cukup banyak pahala.

Ah, aku perlu uang lebih banyak untuk menambah pahala.

Bapak kaya tersenyum.

Handphonenya berdering.
"Halo"
"Halo Pak Gayus"

(Des'10, tulisan lama ga ke backup, jadi tulisan baru deh)
image from: http://school.discoveryeducation.com/clipart/clip/calcltr.html

Ajaib

"Emang ga masuk akal, tapi coba aja dulu. Siapa tau kamu bisa bikin keajaiban," saran tepatnya perintah dari project manager saya. Dan hei, tanpa abrakadabra atau kun fa yakun, keajaiban muncul! Bukan hal besar sih, tapi tetap saja ajaib.

Ajaib itu apa ya? Silakan me-wiki atau me-define-google. Menurut saya dengan cara pandang sebab akibat, kita sering mempersempit peluang hal-hal ajaib terjadi. Mungkin bukan sebab akibatnya yang bermasalah, tapi karena kita hidup di dunia yang menaruh manusia sebagai pusat, maka 'sebab' dibataskan pada perbuatan, usaha, pengetahuan dan pengalaman manusia saja. Padahal ada alam berperan. Padahal ada yang kau sebut Tuhan.

Bukankah semua hanya kesempurnaan kebetulan dari permainan peluang?

Lagi, saya hanya bicara. Seringpula saya lalai memberi tempat pada keajaiban. Dasar sok tahu!

(Des'10, terima kasih mahaajaib)

Holey of the Holly

Setelah menonton Harry Potter kali ini, pikiran saya terantuk pada kata "holey" dan "holly". Tidak perlu saya sebutkan di scene mana kata-kata itu tercetus (cari tahu sendiri!). Ya, berlubang..kosong ataukah suci yang saya dapatkan dari apa yang selama ini dilakukan. Meskipun kau akan berkata kosong itu isi itu kosong, saya tetap tak puas. Apa yang ingin didapatkan jika berpatokan pada kepuasan. Namun berjalan mengisi kekosongan itu yang membuat hidup bisa tetap dijalankan, bukan?

Lihat apa yang dilakukan agama. Memacu umat untuk berbuat kebaikan. Menuju kesucian. Meskipun anehnya mereka percaya tidak akan pernah suci. Lucunya.

Sering saya berpikir apa itu waras dan apa itu gila. Hal yang lalu membuat saya sadar bahwa saya manusia yang tidak mengerti manusia. Tidak mengerti diri sendiri.

Semua jadi berjarak. Saya tidak terlibat langsung dengan hidup. Hanya ada sia-sia. Seorang teman pernah berkata bahwa mungkin orang yang paling bahagia hidupnya adalah orang 'gila' yang bergelandangan di jalan. Tidak memiliki apapun yang harus dikhawatirkan. Bebas tertawa tanpa perlu ada hal lucu. Entahlah, saya tidak pernah ada di pengalaman orang 'gila' itu. Lagipula, rumput tetangga selalu lebih hijau bukan. Siapa tahu orang 'gila' itu bukannya bahagia, tapi memang tak merasa?

Hei, tapi bukankah banyak orang tak merasa. Orang yang meninggalkan kepekaannya. Orang yang hanya menjadi tumpukan ketidakpedulian. Dan saya salah satunya.

Mereka menjauh
kursi, kasur, pensil, buku...
tertawa dan berlalu
tanpa ba-bi-bu
aku terpaku
mereka baru saja hidup
tapi bukankah memang begitu
semua hidup
tidak juga
aku tidak
ini hanya terasa hampa

semua berlari
menjadi makhluk suci
menjadi kosong
menjadi berlubang
menjadi cangkang
"koclak koclak"

(Nov,'10)

Kebebasan

Keringat dingin mengucur deras. Hawa panas menguap dari tungku Malik, namun dingin menusuk sesekali menyergap. Aku menarik nafas panjang. Kecemasan terpatri di wajahku. Kotak ini. Sesak. Padat. Bergerak. Ingin berontak berlari dari sini. Namun menghela nafas pun tak sanggup. Bergerakpun tak mampu. Bersuarapun tak mau. 'Sssttt..' Kumpulan makhluk yang juga kelelahan dan mungkin cemas sepertiku. Kami dalam kotak itu. Terkurung.

Tapi itu lihat! Secercah cahaya muncul. Bataspun robek, koyak. Aku berlari. Keluar, harus keluar. Sekarang. Semua mata serempak memandangiku. Itu tabu. Aku tak peduli, demi sesuatu yang kini bersemayam dalam perutku. Aku harus bebas.

Kuterjang semua penghalang. Tak peduli apapun lagi. Hanya satu yang aku tuju: kebebasan. Langkahku terus dipercepat. Aku mulai panik. Tanganku gemetar. Harus ke mana? Bodoh. Aku tak bisa kembali sekarang. Kulempar sejuta pandang ke sekitar. Tuhan beri petunjuk!

Malaikat penunjuk jalan muncul tak ayal senyum lega tak mampu ku bendung. Aku menuju ke sana. Tidak lagi berlari. Pelan-pelan kutata diri. Harus anggun. Apakah itu Ridwan tersenyum di gerbang? Entahlah. Aku terus masuk. Inilah kebebasan. Akupun melewatkan beberapa waktu dalam bilik itu. Bilik bertuliskan: WC Umum Wanita.

(Nov'10)

Gambar dari: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfufTZW3WQFoh7pcrP4GPyEpBRqIuyTV-mzOnSnbXV9CzltGiVkZJizRaBG_AmfXh7Gf9EUiwaoJ5B4wwi1CIWr0mQmyZLIcL57jRnb4ERlggjsRl6_Zb8HIoXFpIdVMrLh50_znVWcDQ7/s1600/break-free.jpg dari http://andhikaps.blogspot.com/

Banggalah Culun-ers!


Remaja. Hmm... Fase hidup yang kompleks sepertinya. Setelah mendengar beberapa masalah yang dihadapi remaja saat ini, saya terheran-heran dan berpikir: di mana saya saat berumur belasan seperti itu, apa sayapun mengalami hal itu, apa semakin lama masalah yang dihadapi semakin berat hingga mungkin 100 tahun ke depan bocah 2 tahun akan mulai pacaran.

Berbicara mengenai remaja mungkin akan memakan waktu 7 tahun 7 bulan 7 hari tanpa tahu ada hasil atau tidak. Lagipula sayapun bukan orang dewasa tengah atau akhir yang bijak. Saya hanya tergelitik dengan kenyataan bahwa menjadi culun, -nerd, geek, cupu, apapun istilahnya- adalah cara menjalani masa remaja yang paling mendekati 'aman selamat sampai tujuan'.

Rajin Sekolah
Entah kenapa, anak-anak yang mabal bangga dengan mabalnya. Apa karena itu membuktikan bahwa mereka pemberani? Berani melawan aturan sekolah. Atau justru karena mereka pengecut. Karena bisanya hanya melarikan diri dari masalah yang ada di sekolah. Atau juga karena iseng. Ingin tahu rasanya mabal dan menikmati 'deg-degan'nya. Entahlah. Tapi dengan menjadi culun: tetap datang ke sekolah, mengerjakan tugas, belajar, mereka hanya menderita untuk masalah itu tahun-tahun sekolah saja. Yang lainnya? Hanya menunda masalah sekolah yang bagaimanapun akan muncul kembali, di saat tak tepat (emang ada saat 'tepat'?)

Kuper
Tidak bisa ikut dalam obrolan seru tentang mall baru, tempat clubbing seru atau tempat makan asik memang sesuatu yang dapat mengecilkan hati. Tapi tenang saudara-saudara. Sebagai remaja yang hanya memiliki sumber pemasukan dari uang belas kasih orang tua, sebaiknya bersyukur karena tanpa memasukkan agenda 'gaul' ke dalam budgetting maka puasa kamu tidak perlu puasa Daud (selang sehari), cukup Senin Kamis.

Virgin
Hari gini masih virgin? Ga tahu gimana french kiss? Pernah sampai base 2? Pernah coba kondom rasa durian? Tanpa perlu mengelak, sayapun tidak tutup mata dengan semua pertanyaan itu. Tapi, di usia remaja? Sedini itu? Lebih baik mikirin Ujian Nasional dengan pemantapannya. Main-main dengan alat kelaminmu terlalu dini, membuat hidup tidak bisa lagi banyak main-main.

Gelar sebagai makhluk Cupu mungkin momok yang menakutkan. Tapi itu hanya 6 tahun di SD. 3 tahun SMP. 3 tahun SMA. Dan pemenang adalah yang bisa senyum di akhir kawan.

(Okt'10)

Image from www.123rf.com

Terima Kasih Hujan

Terima kasih Ya Allah atas hujannya.
Sebagai pengingat pemerintah bahwa proyek membetulkan jalur busway yang baik-baik saja di koridor 1 tidak lebih tepat dibanding mengatasi banjir setiabudi dan titik lain (yang banyak).

Terimakasih Ya Allah atas hujannya. Sehingga tidak ada manusia jakarta yang mengeluh panas terik saat ini.

Terima kasih Ya Allah atas hujannya. Karena tukang ojek motor jadi populer dan bisa mengais untung dengan menaikkan tarif sesuka hati. Ya ya ya, supply and demand. Begitu pula ojek payung yang bisa ikut eksis. Mendadak. Layaknya kontes mencari bakat.

Terima kasih Ya Allah atas hujannya. Karena kuyup saya harus mandi sore, padahal itu adalah pantangan (kemalasan).

Terima kasih Ya Allah atas hujannya. Sehingga perut saya terselamatkan dari nasi goreng yang merupakan menu wajib, karena tak sempat beli tadi.

Alhamdulillah..
(Okt'10)

Ucing Garong, Keong Racun dan Tokek Belang

Kabarnya Sinta dan Jojo mengeluarkan lagu 'asli' mereka yaitu Tokek Belang. Karena penasaran dan haus akan hiburan dan juga malas untuk baca berita yang berat-berat berangkatlah saya menuju situs yang menayangkan video (entah itu klip rilisnya atau bukan) Tokek Belang ini. Saya sudah malas berbicara (dan memang bukan ahli dalam bidang permusikan) tentang kualitas musik Indonesia, namun tetap ada hal yang membuat saya greget untuk membuat tulisan ini.


Lirik dan Penyampain Lagu

Lirik yang nakal (dan murahan) sepertinya memang mebuat lagu cepat booming seperti (yang mungkin diharapkan Charlie ST 12) dari Tokek Belang. Tapi jika dipikir lagi, sebenarnya (mungkin) mereka tidak benar-benar membenci para lelaki ucing garong atau keong racun atau tokek belang atau buaya darat atau kamu sebutlah. Bagaimana laki-laki tidak menjadi ucing garong jika penyanyi dangdut itu menari erotis (hampir striptis) dan menggoda. Apakah mungkin laki-laki yang baru kenal mengajak tidur perempuan yang memang tidak 'mengundang'? Katakanlah jika memang ada laki-laki yang se-keongracun itu, tapi tetap dengan bergaya mengundang pastilah membuat si keong racun bernyali untuk berbuat mesum.


Okelah, jika ternyata banyak pemusik peduli dengan masalah laki-laki mesum yang suka main perempuan. Tentu, dalam penyampaian lagunya, sebaiknya para perempuan itu tidak mengafirmasi bahwa mereka bisa diajak tidur kapan saja oleh siapa aja bukan? Lirik dan cara penyampaian lagu itu yang saya bingungkan. Bertolak belakang.


Banyak Pria Mesum

Apakah dengan banyaknya lagu-lagu yang menceritakan laki-laki mesum yang suka main perempuan adalah salah satu indikasi jumlah pria tersebut semakin banyak di masyarakat kita? Kalau untuk masalah ini saya tidak tahu. Tentu saja karena saya tidak pernah melakukan survei. Tapi saya tertarik dengan salahsatu pendapat Ayu Utami dalam salah satu novelnya, yang redaksinya kurang lebih menyebutkan bahwa tidak semua laki-laki ingin memperkosa dan tidak semua laki-laki suka ke pelacuran.


Saya dalam masa tidak ingin berpikir yang berat-berat dan ingin hiburan ringan. Mungkin itu juga yang membuat lagu-lagu seperti ini menjadi salah satu jalan keluar bagi masyarakat haus hiburan. Tapi, hei! pria mesum yang main perempuan bukan hiburan ringan. Seharusnya. Saya prihatin.


(Okt'10)


Kereta Pagi

Saya rindu. Rindu bangun subuh tanpa mandi naik bajaj atau ojek, mengejar kereta pagi. Rindu menahan kantuk di peron dan menghirup wangi subuh serta kecongkakan monumen keperkasaan pria dikelilingi gembel yang masih terlelap. Rindu berjaket karena memilih kereta yang berpendingin. Saya suka orang berjaket, sayangnya di negara tropis butuh pengorbanan besar untuk berjaket.

Say rindu. Rindu membaca dua tiga lembar halaman dari buku yang saya bawa. Buku yang memang tidak saya niatkan untuk dibaca sampai habis. Buku yang saya gunakan sebagai pelindung dari kawan baru kenal yang terlalu banyak mengoceh yang sialnya duduk di samping saya. Sehingga jika itu hari baik, buku yang saya bawa tidak perlu bekerja banyak. Yah, macam bodyguard sajalah, hanya berdiri dan tidak melakukan apa-apa jika yang dijaganya tidak terancam.

Saya rindu. Rindu menjadi pengamat yang bebas. Bebas karena di dalam perjalanan, berdiam mematung, merenung atau yang orang bilang melamun, adalah hal yang bisa diterima. Saya bebas berdiam. Saya bebas memandangi panorama yang dilukis cepat...secepat kereta ini melaju.

Saya rindu. Rindu saat terlelap dan kemudian terjaga karena dibangunkan 'pacman' (meminjam istilah teman) yang meminta bukti bahwa saya penumpang terang bukan penumpang gelap. Bukan penumpang yang akan memberinya selembar uang biru atau dua lembar uang hijau yang akan ia masukkan ke kantong sendiri.

Saya rindu. Rindu melihat hijau, cokelat, merah, kuning pemandangan alam. Sawah yang hijau menguning. Tanah yang basah sehabis hujan. Ah meskipun jendela tak terbuka saya bisa mencium bau tanah. Lalu gunung yang menggundul. Alat-alat berat yang mengeruk tanah. Hei, dibawa ke mana tanah itu? Tapi ibu gunung bilang, entahlah kami terbiasa diperkosa lalu anak kami dibawa entah ke mana, lalu kami akan mati dan manusia yang lain mati karena kami tak bisa menjaga mereka. Siapa yang mati, Bu? Para pengeruk? Tentu saja bukan, mereka kan tinggal di kota, yang mati ya yang tinggal di sini dan cuma bisa menontoni kami dibunuh perlahan.

Saya rindu. Rindu melihat hujan rintik dari luar. Membasahi tanpa pililh-pilih. Membasahi sawah, sungai, jembatan, CR-V yang lewat di jalan tol itu, oh juga sedan tuanya, Kijang kotak bahkan Alphard. Sama basahnya. Hujan tidak pilih kasih.

Saya rindu. Rindu berdebar-bedar saat hampir tiba di stasiun. Berdebar-debar karena dari situ saya dijemput seseorang. Seseorang yang sedang pula melakukan perjalanan. Hanya saja, dia bersedia sebentar menanti saya. Lalu bersama-sama kita melanjutkan perjalanan.

Perjalanan yang akan juga diwarnai pembantai, pemberi rizki, pengganggu, penghibur, penyelamat. Perjalanan yang saya rindui untuk dimulai.

(Okt'10, kangen pergi..kangen pulang)

Gambar dari: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSucBUrSelgJEzzjNnMnHaQZ1-x9iJeBkny_nY1M5hLNm5TgWBhY3sK9o7OZImO42gznKj9HzJAuAebhdPVBDbJckIlRmstt5s65BqeOGINFgVLXS5lgevwu2reIxgjBZXKUqVej1n6TQ/s1600/kereta+api.jpg dari blog: http://senowidi.blogspot.com

Manusia Setengah, Setengah Manusia

Baiklah, perkenalkan saya adalah manusia setengah. Manusia yang hanya setengah-setengah. Tidak utuh. Tidak kaffah.

Dari mana mulai menceritakan kesetengahanku ya? Begini..begini. Kalau kau tanya aku percaya Tuhan, aku akan jawab iya. Lalu apakah aku juga tetap bermaksiat seolah Tuhan tak ada? Iya. Aku manusia setengah percaya Tuhan.

Apakah aku peduli pada ketidakadilan? Ya. Tapi hanya dalam hati. Tapi aku pengecut. Tapi aku tak adil pada diriku sendiri. Manusia setengah peduli!

Kata seorang teman, -bukan teman sebaya melainkan teman sekantor- aku itu tidak berprinsip karena ingin disukai semua. Itu karena aku manusia setengah memihak. Memihak a yang musuh b, dan b yang musuh a. Hei itu penjilat, cari aman! Sahut sebuah suara. Mari kita kupas sebentar, satu persatu. Pertama, prinsip saya tidak memihak penuh pada satu. Kedua, bagaimana saya disukai jika saya terang-terangan menolak memihaknya?

Kata teman lagi. Teman kantor lagi. Saya belum matang. Masih mencari jati diri. Masih mencari bentuk. Oh, berarti saya manusia setengah matang, macam telor. Atau sebutlah, manusia setengah jadi.

Selain itu, saya adalah pemimpi ulung, namun malas untuk menyelesaikan yang sudah dimulai. Sebutlah, manusia setengah-setengah.

(Okt'10, setengah sadar)

posted on my fb on October 11, 2010 at 5:01am

Ada Apa dengan Indonesia?



Hey, baca koran, denger kabar atau nonton berita? Apa yang sedang terjadi di Indonesia? Sebut aja, Tarakan, Kerusuhan di PN JakSel, bom konyol (yang konspirasinya kebaca banget) di Pasar Sumber Artha, Bekasi. Di saat yang bersamaan, BANYAK kejanggalan dan tanpa alasan yang jelas! Siapa yang mati? Orang kecil. Siapa yang rugi? Orang kecil juga.


Hai kawan, jangan tersulut. Ada yang sedang memancing. Oh, FPI... kamu bakalan (atau mungkin sudah) jadi sasaran empuk untuk dipancing.


Semoga tidak ada hubungannya dengan kasus politik yang sedang diusut atau mungkin isu yang lebih besar lain.



--gambar dari: http://depetris.files.wordpress.com/2010/04/conspiracy.jpg--

(30-Sept-10, semoga tidak ada yang memancing 30 September lainnya)

(Again) Why Do I Become A Vegetarian

I should've known that people would always ask me the question: 'why did I choose to become a vegetarian?'. I guess I get used to, but kind of bored as well.

A long 'hmmm...' is always the first answer. Honestly, I don't have any logical explanation for this. And most people cannot accept 'I like it'.

I knew I had to create an FAQ list. So, like the famous RTFM (Read The Fu***n' Manual) if I have people asking me the question, I will proudly say 'RTFF' (RTF FAQ) on my blog!

I learn how to answer a question with another question from my Chinese fella. Here I'll practice it.

> Why don't you eat meat? I cannot get why one can do it to himself?
A: Because I like it. Why do people smoke? I cannot understand why people poison themselves.

> How do you handle your desire of eating meat? You know, I still go for fasting because I know there will be time to break it. But not eating meat for the rest of your life??
A: How do you handle your desire to pee when you are having a warm conversation with a girl of your dream? ;)

> How about nutritions?
A: How about taking an alternative way when you know there is a traffic jam on the road you used to take?

(Aug'10, after another 'interview')
posted on my fb on 29-08-10

Yah, Terjun Bebas




4 tahun lalu
"Aku siap jatuh"
"Siap bangun lagi?"
"..."

4 menit lalu
"hey, aku sudah jatuh.. aku menikmatinya.. tak ingin bangun"



(Jul'10, ya ini memang sakit tapi indah)

Kekuatan itu Bernama Percaya

per.ca.ya
[v] (1) mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata: -- kpd ceritanya; -- akan kabar itu;

http://kamusbahasaindonesia.org/percaya

Percaya atau tidak, kekuatan percaya itu memang luar biasa. Dia bisa membuat manusia saling memberi makan, bahkan bisa saling membunuh. Percaya pada Tuhan. Percaya pada negara. Percaya pada pemimpin. Percaya pada ketidakpercayaan diri.

Namun sepertinya bukan hal yang mudah untuk mulai atau kembali percaya pada orang lain. Kenapa tidak dicoba dengan percaya pada diri sendiri? Pecaya pada harapan-harapan. Percaya pada impian. Dengan percaya, keajaiban-keajaiban bukan sekadar dongeng dalam kitab suci, atau cerita manis dalam cerita sebelum tidur. Dengan percaya, keajaiban menjadi hal nyata.

Kepada siapa kita harus percaya? Itu pilihan. Pilihan yang memang beresiko. Tapi itu yang membuat semua menarik.


(Jul'10, setelah keajaiban-keajaiban wishlist, Alhamdulillah)

Terjun [Tak] Bebas

Kemelekatan.

Menjebak pada lingkaran kenikmatan. Menghindarinya? Tidak, malah menyukainya. Walau tahu, itu tidak membawa ke tempat manapun selain peluang besar kecewa.

Pengalaman bicara lalu mulai menghindar dari ketergantungan pada pemenuhan diri terhadap orang lain, termasuk manusia yang dicintai sekalipun. Lepas. Tergantung-gantung sesekali demi menjadi manusia hidup. Tetap lepas.

Tapi rupanya, pada cinta, tidak menggantungkan adalah pengkhianatan. Penjarahan besar-besaran atas keutuhan. Begitu. Baiklah, saya akan mulai menyelam lagi. Menggantungkan leher pada arus melekat yang tak tahu ke mana.

Menit pertama, sang sakit yang sudah terbuang di tempat antah berantah muncul lagi. Menyeringai. Menyergap. Yah, selamat datang kembali, seringainya. Dengan senyum perih, ya saya kembali, ujarku. Kembali demi cinta yang diharapkan utuh.

Diapun berkata, 'aku seperti kwan im'.

Aku ikut..

(Jun'10)

Protokol Pemesanan Makanan di Warung Nasi atau Kaki Lima

"Mas, es jeruk satu"
"Panas atau dingin?"
"#$%R$@#!!"

Mungkin kita pernah mendengar atau bahkan mengalami percakapan (yang mirip) seperti itu. Bukan sekali dua kali, tapi beberapa kali.

Karena penasaran akhirnya saya memutuskan untuk memperhatikan percakapan pada saat memesan makanan atau minuman di warung makan/kaki lima. Dan sejauh ini, ternyata ada protokol pemesanan makan/minum di kaki lima:

Sebelum membicarakan detail message/pesan yang ditukar selama percakapan, perlu diketahui bahwa setidaknya ada dua layer yang akan kita temui di warung nasi. Pertama: mari kita sebut pelayan; yaitu orang yang mencatat atau menyakan pesanan kita. Orang ini yang akan berinteraksi langsung dengan pembeli. Kedua: tukang masak; yaitu orang yang entah kenapa tidak bertanya langsung kepada pembeli jika ada pesanan yang kurang jelas, malah dia akan bertanya kepada pelayan dan kemudian pelayan akan meneruskan pertanyaan itu kepada pembeli. Jalur yang sama akan dipakai sebagai media untuk jawaban dari pembeli ke tukang masak.

Karena itu, pertukaran message/pesan dibawah ini (lazimnya) dilakukan antara pelayan dan pembeli

version: 0.1 (draft)

#u_P1: pelayan --> pembeli
menanyakan makanan apa
desc: pelayan akan menyakan makanan apa yang akan kita pesan

#u_J1: pembeli --> pelayan
memberitahukan nama makan
desc: sebutkan nama makanan yang akan dipesan; tidak perlu menjelaskan kuantitas karena deskripsi selain nama makanan akan di-ignore

#u_P2: pelayan --> pembeli
menanyakan jumlah makanan yang dipesan


#u_J2: pembeli --> pelayan
memberitahukan jumlah makanan yang akan dipesan
desc: sebutkan jumlah makanan yang diinginkan; 1/2 termasuk kuantitas yang diterima namun di beberapa tempat akan dikenakan biaya yang sama dengan 1


#u_P3: pelayan --> pembeli
menanyakan nama minuman yang akan dipesan


#u_J3: pembeli --> pelayan
memberitahukan nama minuman yang akan dipesan
desc: sebutkan nama minuman yang diinginkan; tidak perlu menambahkan kualitas (dalam hal ini enumeration: dingin, panas; beberapa memiliki hangat) ataupun kuantitas, karena (lagi) deskripsi selain nama akan di-ignore pada tahap ini

#u_P4: pelayan --> pembeli
menanyakan jumlah minuman yang akan dipesan

#u_J4: pembeli --> pelayan
memberitahukan jumlah minuman yang akan dipesan
desc: sebutkan jumlah minuman yang dipesan; (lagi) JANGAN dulu menyebutkan kualitas

#u_P5: pelayan --> pembeli
menanyakan kualitas (dalam hal ini bukan enak atau tidak; tapi dingin, panas atau hangat)

#u_J5: pembeli --> pelayan
memberitahukan kualitas yang diinginkan
desc: (akhirnya) pembeli dapat memilih salah satu value dari enumeration yang telah disediakan (panas; dingin; hangat)


Itu adalah message/pesan utama (yah benar, prefix u saya gunakan untuk menandakan utama). Dengan pertukaran message/pesan utama proses pemesanan sudah dapat dilakukuan. Message/pesan tambahan akan di jelaskan pada dokumen selanjutnya. Sebagai preview, dalam message/pesan tambahan, tukang masak akan dilibatkan.

Berikut error yang akan muncul jika jawaban atau pertanyaan tidak sesuai protokol.

A:u_P3:"minum apa mas?"
B:u_J3:"Es teh manis" (kesalahan terletak pada kata Es)
A:u_P4:"berapa?"
B:u_J4:"satu"
A:u_P5:"Es teh manisnya panas atau dingin"
B:u_J5: pembeli merasa telah menjawab; penjual merasa belum bertanya; dead-air akan muncul (kadang diikuti tawa)


Masih dalam tahapan draft: silakan masukannya.

(Jun'10)

Atas Nama Cinta

"..atas nama cinta saja, jangan bawa..." (Dewa19, Atas Nama Cinta)

Atas nama kecintaan pada prophecy akan kejayaan saja, Tuhan sudah berjaya.
Atas nama kecintaan pada uang saja, Tuhan sudah kaya.
Atas nama balas dendam dan eksistensi saja, Tuhan tak pernah terusir dan selalu ada.

Ini bukan tentang agama. Ini bukan tentang ras. Ini bukan kebencian terhadap individu. Ini tentang kebijakan yang kalian ambil untuk melanggar hak hidup orang.

Siapapun kalian yang tetap memelihara konflik. Tolong lihat nyawa yang sudah terenggut. Tolong lihat anak yang menjadi yatim.

Ah, siapapun yang sengaja memelihara konflik itu, kami di sini tahu, kami di sini berdoa...agar ini cepat berlalu, agar tak ada lebih banyak kebencian yang tersulut.

Atas nama kepentingan pribadi saja, Tuhan tak butuh apa apa..

(Jun'10, damai untuk Gaza)

All Gone and Come

Once you get 'lost' and can't see any differences between materialism and spiritualism, all the 'whys' gone and replaced by 'what the hell is going on here?'

(May'10, need sometime to relax before fighting)

Terperangkap di Cara

Senin sampai Jumat kerja. Sabtu Minggu untuk keluarga atau senang-senang dan/atau hell yeah sekolah karyawan! Apa hidup hanya untuk itu?

Semua mencari cara untuk menjadi "penuh" namun terlalu tersibukkan hingga lupa bahwa yang diperlukan adalah menjadi penuh bukannya terlanjur sibuk dengan cara menjadi penuh.

Contoh yang sangat baik adalah saat saya harus kebingungan belajar turunan tadi malam karena saya tidak mendapat kelas kalkulus. Oke, saya menikmati saat-saat otak saya jumpalitan untuk berpikir. Namun lebih dari itu, saya tidak tahu turunan itu untuk apa. Mungkin kita pernah mendengar celetukan orang-orang yang tidak suka matematika: "emang lu mau beli indomie di warung harus pake persamaan kuadrat?"

Itulah yang hilang, sekolah
kita terlalu disibukkan dengan metode. Hingga lupa, untuk apa belajar cara itu.

Mungkin tak hanya sekolah, dalam kehidupan sehari-hari pun kita lupa, untuk apa hidup. Para cendikiawan berusaha memecahkan apa itu hidup, beberapa mungkin berusaha memecahkan mengapa (dan sebagian menyerah untuk menjawab mengapa).

Saat kita mengikuti para cendikiawan itu, kita terlanjur bingung dengan cara. Dan inilah kita… lupa..

(May'10)

Beda Apa Sama


Kalau mau lihat itu beda ya beda

Kalau mau lihat itu sama ya sama

Kamu hanya bingung apa beda pernah ada jika semua hanya sama

Lalu berhenti melihat, mengadili, membedakan


Mari duduk bersama

istirahat


kita mulai lagi berjalan dengan hal baru

yang membedakan kita dari mereka adalah

kita tahu kita sama


mereka hanya lupa


saya pun sering lupa


(May'10)
I created the picture ^_* (jelek memang)

Happy Earth Day



Happy Earth Day...

Let us help mother nature to keep the life. Let us respect and love Earth..

Some of my resolutions:

  • Reduce the use of plastics (try to use reusable bags)
  • Save the use of electricity
I really want to do recycling of papers or other things. I hope I can start or at least not to waste those papers I have.

So what is yours?



Picture from: http://invisiblestripes.blogspot.com

Gayus dan Hakim Dadakan

Mungkin semua orang sudah membahas Gayus di blog, obrolan makan siang kantor, atau gosip arisan. Terus kenapa saya ikut-ikutan?

Saya benar-benar gatal (baca: bosan) dengan orang-orang yang terus menggunjing. "Mau kaya? Masuk STAN terus jadi Gayus". Ayolah! Apa salah STAN? Oke lah kalau ada yang jawab, "orang berprestasi kan bisa bikin nama sekolah bagus, ya terima aja kalau lulusan jelek, nama kampus juga ikut". Kalau gitu jangan sekolahin anak ke mana pun, soalnya kita pasti bisa menemukan kejelekannya. Cari yang sempurna saja di akhirat sana!


Bukan hal yang aneh jika ada copet atau pencuri tertangkap, masa akan menghakimi gila-gilaan. Merasa menjadi makhluk paling suci lalu menendangi sang pendosa. Padahal apa benar kita lebih baik dari pencopet itu?


Melihat kasus Gayus dan pencopet itu, apakah kita benar-benar berhak mencaci dan menghina? Apakah kita tidak pernah mencuri? Saya pun mencuri waktu kerja di kantor untuk menulis catatan ini.


"Trus itu uang negara gimana?"


Kalau kamu terus ngomong emang uang negara balik?



(Apr'10)

Picture from gettyimages.com

'No Worries, Mate' and 'Dong' Project

What the he*k is that? It was started with my boredom of listening to the famous "no worries, mate" every time I chat with my friends who are now keeping their study in Australia. Even, one of them showed me how to pronounce them in Aussie accent in Skype.

Got tired of complaining, I asked my friend, Space Boy, to do some research that is so unscientific and cannot be held responsible. Then we got the idea to start the project.

We will count the number of "No Worries, Mate" and "Dong" for one week starting from today. (We decided "Dong" because Space Boy thought it is so Indonesian)

From 9th to 16th of April, 2010 Space Boy will have counter on 'No Worries, Mate' and I will count the 'Dong'. Every time we hear those words, we'll do the count. We don't need to listen to find those words on purpose and are forgiven if we both forgot to count. (Yeah, this is our project! We do what we want.)

Will get back once we get the result.

UPDATE (12 April 2010)





















Date No Worries, Mate Dong
Friday, 9 April 2010 3 0
Saturday, 10 April 2010 2 3
Sunday, 11 April 2010 4 2


Update (20 May 2010)

We failed this project. We lost our counter. :(


Kangaroo and Orang Utan pictures from iStockphoto.com

Selamat Datang Mickey Mouse


A: “Apa yang salah dengan sebuah jam tangan bergambar Mickey Mouse, Winnie the Pooh, Sponge Bob atau Sin Chan?”

B: “Ga ada kecuali kamu harus pergi ke kantor dan ketemu klien”

Siapa yang pertama kali nentuin kalau kerja harus pakai baju formal, profesionalisme itu diliat dari penampilan? Entahlah, tapi kau tahu rasanya ketika satpam melirikmu dengan satu mata dan memperlakukanmu seperti sampah. Semua orang sudah sangat hapal don’t judge a book by its cover yang terkenal itu. Namun benarkan mereka telah benar-benar menghayati dan mengimplementasikannya? Saya sangsi!

Seseorang pernah berkata kurang lebih begini: pada dasarnya saya ga suka berpenampilan seperti ini, tapi orang-orang itu suka memperlakukanmu seperti sampah jika terlihat ‘amburadul’ dan saya tidak suka diperlakukan seperti itu. Ya ya ya..

Selain itu, bukan rahasia jika ‘yang muda yang tidak dipercaya’ itu terjadi di dunia kerja. Apalagi kerja di jasa konsultansi, kita perlu menunjukkan kredibilitas. Katanya. Maka, aksesoris kartun hanya akan menambah keraguan akan kompetensi kita. Huh?

Tapi Pak Mario Teguh suatu hari dengan anggunnya menasehatkan bahwa jangan salahkan kesan pertama orang terhadap kita, karena kita sendirilah yang telah memberikan kesan lewat penampilan. Namun, jadilah orang yang tidak terduga dengan membuktikan bahwa dugaan mereka terhadap kita adalah salah, dengan menunjukkan siapa kita lewat tindakan.

Jadi? Tetap bangga dengan Pooh, Mickey, Mojako, boneka di buku ata hal-hal kekanakan lainnya lalu buktikan kalau kita mampu? Kembali ke pola mainstream dengan terlihat berwibawa, pintar dan bijaksana? Saya ikut yang pertama deh.

(Apr’10)


*posted in my wordpress and soon facebook*

Jangan Mau Hidup Susah

"Nu penting mah, pas butuh aya (yang penting saat butuh ada)" mantra Alm. Kakek.

Salah satu guyonan yang membuat saya sempat termenung adalah "ah kayak orang susah ajah!" Otak saya lalu kehilangan kendali. Berawal dari munculnya satu ide, lalu beberapa ide bermunculan yang kadang berurutan kadang bersamaan. Yang lalu bagai ada beberapa ledakan kecil di otakku. Apa itu orang susah ya?

Duit.

Semua orang perlu duit? Betul. Mungkin bukan kertas atau koinnya, tapi nilai tukar yang dipegang duit itu. Lalu, apakah saya orang susah? Pendapatan saya hanya dari gaji, tidak ada lagi "tunjangan mami papi". Dan karena hanya sekian digit, tentu orang pajak pun tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk mengurusi penagihan pajak saya jika saya tidak bayar pajak.

Penjahatpun tidak akan tergiur untuk merampas harta (materi) saya. Tak ada yang bs drampas juga. Jadi tidur bisa tenang.

Belum lagi peluang mendapatkan teman-teman palsu (yang ada di saat kita banyak duit dan pergi saat tidak punya apa-apa lagi). Orang yang berteman dengan saya tentu tidak mengharapkan bersenang-senang dengan menghabiskan uang. Peluang sakit hati dikhianati temanpun berkurang.


Kampung.

Saya heran kenapa kalau orang -orang di Jakarta ini ngaku orang kota. Toh penduduk asli Jakarta kan Betawi. Mereka semua pendatang. Dan datang dari kampung. Lantas mengapa masih suka melabeli 'kampungan' dengan maksud menghina dan merendahkan?

Ah, beruntung kalau saya memang sadar orang kampung. Jadi kalaupun dibilang kampungan, ya memang begitu adanya. Oh beruntungnya saya bukan orang kota, jadi tidak perlu susah-susah mengklarifikasi bahwa saya tidak kampungan jika ada yang berkata seperti itu.

Kendaraan.

Supir saya banyak. Mulai dari yang bawa sedan sampe bus gede. Tinggal tunjuk, tinggal pilih. Terima kasih untuk pemerintah. Itulah namanya kendaraan umum.

Saya tidak usah pusing-pusing cari joki kalo lagi 3 in 1. Tidak pusing memikirkan perawatan kendaraan. Tidak perlu cari kosan yang ada tempat parkirnya (yang pastinya lebih mahal). Bisa tidur di jalan kalau kecapekan. Ga perlu berurusan dengan gaji dan ulah supir.


Penampilan.

Sebagai perempuan sayapun ingin tampil menarik. Tetapi saya tidak mengerti dan kadang tidak peduli fashion. Tidak tahu gaya yang sedang in. Tidak tahu merek-merek baju, asesoris atau kosmetik.

Tapi beruntungnya teman-teman sayapun menyenangkan untuk hal yang satu ini. Saya tidak perlu bingung bagaimana untuk berpenampilan jika jalan dengan mereka (kecuali jalan dengan Aa yang kadang bikin lemari berantakan karena fitting ga jelas). Tapi ah kok ribet banget kalo harus ikut-ikutan trend biar terlihat gaul atau gaya. Lagipula resiko disiutin dan digangguin di jalan juga berkurang.


Begitulah semua serba gampang, tapi kenapa justru semua orang pengen hidup susah (termasuk saya)?

(Feb'10, parah perlu empat hari buat nulis. Susah juga)





posted on Wednesday, 17 Feb 10 on My Facebook
picture from gettyimages.com

About me

Foto Saya
Cie
- writes everything coming to her mind - loves sleeping - wants to own a library - hates routine - loves the pleasure of discovery
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

Subscribe via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

People Read the Blog

Visitor

hit counter