A: “Apa yang salah dengan sebuah jam tangan bergambar Mickey Mouse, Winnie the Pooh, Sponge Bob atau Sin Chan?”
B: “Ga ada kecuali kamu harus pergi ke kantor dan ketemu klien”
Siapa yang pertama kali nentuin kalau kerja harus pakai baju formal, profesionalisme itu diliat dari penampilan? Entahlah, tapi kau tahu rasanya ketika satpam melirikmu dengan satu mata dan memperlakukanmu seperti sampah. Semua orang sudah sangat hapal don’t judge a book by its cover yang terkenal itu. Namun benarkan mereka telah benar-benar menghayati dan mengimplementasikannya? Saya sangsi!
Seseorang pernah berkata kurang lebih begini: pada dasarnya saya ga suka berpenampilan seperti ini, tapi orang-orang itu suka memperlakukanmu seperti sampah jika terlihat ‘amburadul’ dan saya tidak suka diperlakukan seperti itu. Ya ya ya..
Selain itu, bukan rahasia jika ‘yang muda yang tidak dipercaya’ itu terjadi di dunia kerja. Apalagi kerja di jasa konsultansi, kita perlu menunjukkan kredibilitas. Katanya. Maka, aksesoris kartun hanya akan menambah keraguan akan kompetensi kita. Huh?
Tapi Pak Mario Teguh suatu hari dengan anggunnya menasehatkan bahwa jangan salahkan kesan pertama orang terhadap kita, karena kita sendirilah yang telah memberikan kesan lewat penampilan. Namun, jadilah orang yang tidak terduga dengan membuktikan bahwa dugaan mereka terhadap kita adalah salah, dengan menunjukkan siapa kita lewat tindakan.
Jadi? Tetap bangga dengan Pooh, Mickey, Mojako, boneka di buku ata hal-hal kekanakan lainnya lalu buktikan kalau kita mampu? Kembali ke pola mainstream dengan terlihat berwibawa, pintar dan bijaksana? Saya ikut yang pertama deh.
(Apr’10)
*posted in my wordpress and soon facebook*