"Tuhan tahu dunia tidak adil, kenapa mesti terus menerus mengeluh pada-Nya?"
Seorang kawan pernah berkata demikian. Tahu reaksi saya pertama kali mendengarnya? Kesal! Ya, kesal. Tapi setelah semua mereda dan saya berpikir ulang, bukankah ini PR kita sejak lama: memaknai keadilan.
Saya tidak bisa menjelaskan apa itu keadilan menurut Plato atau pemikir lainnya, jadi tidak perlu repot-repot membaca kelanjutan tulisan ini jika mengharap jawaban pakar. Menurut saya, keadilan yang hakiki itu masih sama misteriusnya seperti tuhan dan cinta. Adapun keadilan yang nyata yang (mestinya) bisa kita perjuangkan adalah berdasarkan perarturan yang berlaku di semua tingkatan kehidupan kita. Keluarga, masyarakat, sekolah, kantor, negara. Harusnya rasa keadilan yang paling nyata dan mungkin terpenuhi ada jika telah mengikuti aturan tersebut. Tapi rupanya, dengan sejelas-jelasnya aturanpun kenyataan tetap bisa diputarbalikkan sehingga kita seringkali merasa ditipu, dikhianati dan dirusak rasa keadilannya.
Jika keadilan pada hal-hal yang jelas saja sulit terwujud, bagaimana kita bisa menjelaskan, menemukan dan merasakan keadilan yang hakiki. Keadilan yang kabarnya berasal dari nurani. Bah, cukup! Tak ada nurani atau keadilan hakiki yang bisa saya ceritakan. Buta saya terhadap mereka.
(Mar'11)
Timbangan
Ditulis
Cie
at
Rabu, 23 Maret 2011
1 komentar:
"Keadilan" is a consistent application of accepted values and their logics.
Posting Komentar