Hawa panas menyeruak lagi saat bus
tua itu dipaksa melaju setelah lampu hijau menyala. Suara deru kepayahan mesin yang
terbatuk-batuk mengganggu telinga siapapun yang mendengarnya, kecuali dia. Pikirannya
terpaku pada satu nama: Bodhi. “Aku harus
menemukannya.” Setelah gagal menghalangi Alfa untuk menemukan jalannya, ia
harus segera menemukan “yang lainnya” sebelum mereka berkumpul.
Bus tua itu sampai di Kampung Rambutan.
Dia bergegas turun dan mencari Bus tujuan Bandung. Badan tuanya membuat ia
harus terengah-engah saat berjalan cepat. Kabar terakhir menyebutkan bahwa Bodhi
akan bertemu dengan “titik” lainnya di Bandung. Dan jika mereka berhasil
berkumpul, maka tugasnya di sini akan menjadi sia-sia.
“Jangan biarkan mereka semua bertemu”. Hanya itu pesan yang ia jalankan
segenap hati sejak pertama kali ia turun ke sini sebagai penjaga. Ia merasa bersalah
karena tugasnya untuk mengawasi Alfa tidak mampu ia selesaikan. Kejadian di telaga
itu benar-benar menghancurkan harga dirinya. Keberhasilannya menjadi penjaga
selama ratusan tahun, membuatnya lengah. Meskipun hanya bertugas untuk
mengawasi seorang peretas setiap satu waktu, semua penjaga mengetahui kesemuanya,
dan ia tahu bahwa Bodhi-lah yang harus ia kejar. Karena Bodhi adalah akar dari
segalanya. Dengan harapan ia akan mampu membantu penjaga lainnya untuk
menghalangi Bodhi menyadari siapa dirinya, Ompu Togu Urat menuju
kota kembang.
0 komentar:
Posting Komentar