Banyaknya teman saya yang melahirkan dan hamil membuat ucapan "semoga anaknya jadi anak sholeh", "semoga jadi anak berguna" dan semoga-semoga yang lain sering sekali muncul di timeline. Sekilas memang tidak ada yang salah dan sepertinya orang juga mengucapkannya mengalir begitu saja. Seperti mengatakan semoga keluarganya Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah atau pertanyaan "kapan nikah, punya anak, punya adik". Semuanya terasa seperti formalitas.
Tidak ada yang salah dengan mendoakan dan mengharapkan seorang anak untuk menjadi seseorang yang baik. Hanya saja saya khawatir jika harapan-harapan tersebut justru hanya bentuk ketidakpuasan atas diri sendiri dan keinginan agar sang anak "membayar"nya. Siapa yang tidak merasa bangga mengatakan bahwa anaknya adalah orang terpintar di sekolahnya, dapat beasiswa ini, menang lomba itu, menjadi yang terbaik di bidang ini itu? Tentu mudah sekali untuk bangga kepada anak yang berprestasi.
Jauh sebelum anak saya lahir, saya sudah punya cita-cita untuk memasukkannya ke sekolah Montessori, membuat dia memilii koleksi buku yang banyak, masuk ke perguruan tinggi top, dan banyak lagi. Kalau dilihat lagi, itu semua obsesi yang tidak dapat saya lakukan sehingga saya ingin dia yang melakukannya.
Apakah saya punya hak untuk membuat dia "membayar" semua "hutang" mimpi saya? Atau pertanyaan utamanya justru apakah saya punya hak terhadap hidup anak saya? Saya seringkali lupa jika dia tidak pernah benar-benar milik saya. Dia manusia yang merdeka seutuhnya dan saya hanya perantara dia untuk lahir ke dunia. Rasa sayang yang terlampau besar dan tidak saya kelola dengan cukup baik membuat saya sering sombong dan merasa bahwa dia anak saya sehingga saya boleh menentukan apakah dia akan menjadi ilmuwan atau pebisnis. Saya masih belum bisa membayangkan apakah saya siap jika pilihan hidupnya nanti akan bertentangan dengan apa yang saya harapkan dari dia. Bagaimana jika justru dia tidak ingin bersekolah di tempat ternama dan justru ingin menjadi pecinta alam yang menghabiskan banyak waktunya di gunung dibandingkan di rumah? Entahlah.
Saat ini saya melihat anak saya tidur dengan nyenyak dan harapan yang paling mendasar untuk diapun muncul: saya harap dia dapat menjadi orang yang bahagia dan dapat menemukan jalan kebahagiaan yang sebenar-benarnya. Semoga saya selalu tersadar.
(Mar'15)
0 komentar:
Posting Komentar