Mimpi Babak Pertama
Turun Tangan
The Cat
If you are an internet addict, you should know that today is Schrodinger's birthday because Google celebrates it by using its Doodle. Honestly, I know nothing about him and his theories but limited understanding about his famous cat theory only . For you who haven't googled this Schrodinger cat, you should start. But for the sake of this writing, I will emphasize on this: his theory is that unless you open a filled-by-poison box, you won't know that the cat which was put inside the box is alive or dead. So, before you open it, the cat is either alive or dead. Two states at the same time. Pls cmiiw.
I find it a scary and disturbing idea. But at certain point, sometimes you are facing the situation of this dead or alive condition which require your decision to open the box. Often, I'll let it the way it is to comfort myself that if I don't open it, there's still a chance for things to keep alive. Yet unlike the famous cat, in life when you choose nothing, it usually means you choose the dead condition.
So, today I opened up one of the boxes. I took a life-or-death decision. I brace myself to see what is actually left for me there. I'll see if it is still alive. If it isn't then I have been prepared with courage to live with poor decision. Decision to open it too late or too soon. Decision to know that the result may not be pleasing.
People make poor decisions. I made them too. Some of them may impact other people's life and hurt them badly. For that, from the deepest part of my heart, I apologize. I feel terriblly sorry because I never meant to hurt anyone.
But the box needs to be opened today. I hope the cat is alive.
Let us brace ourselves to face the truth based on our decision. Decision to remove all doubts.
(Aug '13 )
Memberi dan Mencuri
Saya berterima kasih kepada orang asing yang suatu hari bersedia turun dari taksi dan menyilahkan saya naik, padahal tempat tujuannya masih beberapa meter di depan. Bagi beberapa orang, hal tersebut bisa saja terlihat biasa dan tidak spesial. Tapi untuk orang yang tinggal di Jakarta dan tahu betapa susahnya mendapatkan taksi di jam-jam sibuk, mereka pun akan mengerti bahwa itu adalah pemberian yang besar.
Memberi di jalanan. Saya bukan membicarakan pemberian uang kepada pengemis di jalanan. Bukan. Tetapi, berbagi kesempatan, berbagi jalanan kepada sesama pengguna jalan. Saya sangat percaya bahwa berhasil dan tidaknya pendidikan moral atau agama seseorang terlihat dari sikap orang tersebut di jalanan. Kita sejak SD selalu diajarkan untuk bertenggang rasa dan berbagi. Sayangnya, tenggang rasa dan berbagi di jalanan sepertinya sudah menjadi hal yang langka.
Coba hitung seberapa sering, saat di persimpangan tanpa lampu lalu lintas kita secara rakus berebut jalanan? Apalagi bus oranye itu, sering sekali tak rela membagi jalan dan membiarkan kita lewat.
Jika mereka merasa memberi kesempatan orang lewat di jalanan adakan suatu kemewahan yang dimiliki orang yang punya banyak waktu, maka saya berharap lebih untuk mereka tidak mencuri.
Tidak tetap melaju pada saat lampu merah. Karena itu berarti mencuri waktu mereka yang sedang di jalur lampu hijau. Tidak berhenti di zebra cross pada saat lampu merah. Karena itu berarti mencuri tempat pejalan kaki untuk menyebrang. Tidak mencuri antrian di busway. Tidak menggunakan trotoar saat menggunakan kendaraan bermotor.
Apakah orang lupa, mencuri itu termasuk dosa besar di semua agama langit? Begitu pula agama bumi, mencuri berarti melanggar sila atau etika beragama. Bagaimana bisa, kita mengaku beragama tapi berbuat seperti itu di jalanan?
Lalu kita yang malas memberi dan gemar mencuri di jalanan ini kemudian mencaci maki koruptor. Koruptor yang melakukan hal yang sama persis hanya berbeda tempat dan mediannya.
(Aug '13)
Turn on the AirCon, please!
Fasting is all about controlling your mind and desires. So, the regulation is like saying "I will train my body to adapt to heat. Somebody, turn the aircon on please!!!" It is not called a training if you don't train anything.
Do not get me wrong and think that I disagree with hijab. I do support it as it helps women to protect themselves and remind them to be humble. Yet, I do believe that it is not something that authorities can force, especially because we are not Islam country and there are many non-muslim women who will need to follow the regulation.
Instead of forbidding short skirt, I suggest authorities and parents to encourage people to watch their behavior instead of what they are wearing. And enforce the law for sexual harassment cases.
For ladies in short skirt, just like any other things we do in life, you should be ready to take all the consequences that comes with it. So think about the crowd and the occasion that you will be in. Please also remember that you are not those skinny models, so you should be extra careful to choose which skirt suits you. And you are the one who should respect yourself first before others can.
(July'13. Marhaban yaa Ramadhan, the month full of colorful stories)
Rakyat Menengah
Lalu saya mulai merasa keterasingan yang aneh. Terasing ramai-ramai. Terasing bersama-sama manusia kelas menengah lainnya. Saya terlalu malas untuk membiarkan diri saya berdesak-desakan tanpa ampun di pesta gratis rakyat. Tapi terlalu miskin untuk mendapatkan hiburan yang nyaman. Terlalu capek dan lelah dan takut dicopet untuk terus naik metromini. Tapi belum mampu punya kendaraan sendiri atau naik taksi pulang pergi tiap hari. Perut terlalu manja untuk warteg tujuh ribu. Mencret lah. Tipus lah. Mual-mual lah. Tapi makan di tempat bersih berarti jatah uang makan dipakai semua. Buat belanja, piye?
Kaum menengah. Kaum yang dianggap mampu, padahal mbak-mbak pramuniaga di mall-mall aja tahu kalau kita bukan orang mampu. Kaum menengah, mirip kayak remaja ababil, masih cari tempat. Mau ngorbanin gengsi dengan merasa miskin, atau maksain diri dengan merasa kaya?
Mestinya kaum menengah itu jumlahnya banyak. Jadi saya gak merasa kesepian. Tapi yang namanya area abu-abu, selalu gak keliatan jelas. Jadi saya gak tahu mana orang susah atau orang menengah yang kelihatan susah. Gak jelas juga mana orang beneran kaya atau orang menengah yang berusaha terlihat kaya.
Ah, yang jelas, gak semua orang menengah mengeluh kayak saya. Alhamdulillah.
(Jun'13, terinspirasi HUT Jakarta dan iklan 3)
Let Go
There is time when we hurt so much that we keep asking why things happened to us. This is when life betrayed us, when people didn't respect our trust.
Why would they do that?
We can never really get a satisfied answer. Even the correct answers will not be satisfying. Disappointment prevents us to understand things.
There are two things we can do. We can let them hurt us more and take over the rest of our life by keeping the anger. Or we can let whatever happened to go, take necessary actions which follow the law (if law has something to do with it) and then live the life like we used to.
I prefer the latter. I won't let them take away my happiness too. It is hard to forgive, no question about it. But it is harder to live with anger. Anger kills us slowly.
(May'13. God, give us strength )
Label: life
Writers
A friend of mine once said that we are shaped by experiences we had. I cannot agree more with that. Talking about experience, it bothered me lately how experiences are actually gained. They are built based on what we see, hear, smell, feel and do in everyday life. But, it is interesting to notice that we can also experience things from good movies or good writings as real as it is in reality.
Good writers are almost God. They created realities and shape you therefore shape your destinies.
(May '13)
Label: life
Orang Pintar
Di Indonesia , orang-orang bersemangat sekali untuk maju, jeli melihat peluang untuk selangkah lebih depan. Sangat termotivasi sampai-sampai mengambil resiko untuk mengorbankan nyawa sendiri. Sayangnya, itu dilakukan di jalan raya, bukan di bangku sekolah (dan kementrian pendidikan).
(Apr'13 - lagi denger berita UN di macetnya Jakarta)
Jalanan Jakarta
Mungkin sebetulnya setiap orang secara individu tidak benar-benar ingin melanggar perarturan lalu lontas. Bisa saja karena situasi dan keadaan membuat pelanggaran di jalan raya sebagai pilihan. Teman kos saya dulunya sering menggunakan sepeda motor di kampung, Jawa Tengah. Saat dia membeli motor dan menggunakannya di jalanan Jakarta, baru hari pertama saja dia sudah stress. "Gila, di Jakarta bawa motor gak boleh pelan. Diklaksonin sama motor belakang".
Melihat apa yang dilakukan tukang asongan koran tadi pagi dan juga kenyatan bahwa teman saya sang pesepeda motor, membuat saya berpikir tentang dua hal. Pertama, sikap tidakpedulian dan itu-urusan-polisi/pemerintah berarti membiarkan pelanggaran-pelanggaran di jalan terjadi. Kita sebaiknya mulai peduli, dimulai dari hal kecil seperti memulai kebiasaan untuk mematuhi rambu di jalan atau menggunakan sabuk pengaman, kemudian mengingatkan orang yang melanggar yang kita temui di jalan. Kedua, semua orang pada dasarnya ingin keteraturan namun pelanggaran oleh sebagian kecil orang membuat pelanggaran menjadi sikap kolektif.
Saya masih akan terus percaya bahwa ada pengguna sepeda motor bebek yang tidak ingin menyalip dari kiri atau memotong jalan seenaknya, masih banyak pengguna Avanza/Xenia atau Fortuner yang mau mematuhi rambu lalu lintas, masih ada pejalan kaki di Kuningan yang cukup pintar untuk tahu kapan menyebrang. Saya masih akan terus percaya orang-orang di Jakarta akan menyadari bahwa mematuhi rambu lalu lintas sesungguhnya untuk kebaikan mereka sendiri.
(Feb'13 - Faith in humanity restored)