All That the Nature Shows Me

This is all about what the nature teaches me, through people, nature itself or consciousness.

Penyampai. Titik.

Tidak lebih dari 5 menit saya terpaku di depan layar kaca yang sedang menayangkan sinetron (semoga) relijius. Seorang bocah dengan suara lantang mendakwahi orang-orang. Suaranya fasih membacakan entah ayat Al Quran atau hadits. Hati saya terenyuh. Sedih karena dakwah singkat itu tidak meninggalkan kesan apapun. Ya, mungkin kekaguman akan kefasihan bocah berbicara bahasa asing. Tidak lebih.

Memang banyak anak-anak yang memang sudah menjadi penghafal Quran di usia dini. Tidak ada yang salah dengan itu. Hanya saja ada baiknya jika pemahamannya sejalan dengan hafalannya. Tidak menutup kemungkinan mereka memang sudah memiliki pemahaman mendalam mengenai kehidupan dan hidup.

Yang dipertanyakan adalah kematangan spiritual mereka yang bisa jadi dipercepat. Atau sama sekali tidak terbuka? Karena sudah dibentuk sedini itu.

Apa jadinya jika mereka mendakwahkan hal yang tidak mereka pahami? Bagaimana perkembangan spiritual mereka karena telah dipersempit sejak usia dini? Apakah itu berkah yang harus disyukuri atau cobaan yang harus diwaspadai?

"Sampaikanlah meskipun hanya satu ayat." "Jangan lihat siapa yang mengatakan tapi dengar apa yang disampaikan." Siapapun dapat berdalih demikian. Sah-sah saja. Tidak ada yang melarang. Toh toleransi kita sepertinya sudah sangat tinggi, sehingga guru cabul, pejabat rakus, atasan korup pun bebas berkata apapun. Dan dengan legowo kita menerima perkataanya tanpa peduli apakah orang-orang tersebut melakukan atau setidaknya mengerti apa yang dikatakannya. Kita manusia-manusia super yang super tabah menerima apapun. Termasuk jika itu hanya kulit kacang yang dilempar monyet.

Semoga para penyampai cilik itu mampu memberi penyegaran. Dan tidak mengikuti trend pepesan kosong ini.

Nak, jangan lupa bermain ya...

(Des'11. Ya, saya pun hanya bergelut dengan cangkang. Mungkin. Atau lebih buruk. Entah)

Karir Manusia Purba

Sering terpikir apakah kemajuan teknologi mempermudah atau justru memaksa kita bekerja secepat teknologi itu berkembang. Ambil contoh perkembangan teknologi komunikasi. Pada saat email atau bahkan telepon belum ada, pertukaran informasi tentu sangat lambat. Kurir mungkin sibuk, tapi karena tidak mengalami masa tersebut saya tidak tahu bagaimana ritme orang-orang bekerja pada saat itu. Apakah sesibuk sekarang?

Namun saat teknologi ditemukan dan dikembangkan untuk mempermudah, hal itu justru membuat hidup semakin sibuk. Sebelum memiliki device dengan fitur push-mail saya hanya membaca dan membalas email di jam kerja. Tapi sekarang, kapanpun saya dapat melakukannya. Bahkan jika mau, bisa saja 247.

Bukannya membuat kita bekerja separuh waktu, namun teknologi membuat kita melipatgandakan waktu kerja. Ya, produktifitas mungkin terlipatgandakan pula. Lalu bagaimana dengan kualitas hidup?

Apakah manusia purba memiliki tenggat waktu yg singkat untuk mendapatkan makanan jika tidak lapar? Bagaimanakah dunia ini jika manusia hanya berusaha menjawab pertanyaan dasar tanpa mempedulikan teknologi yang hanya 'ampas' dari penemuan yang lebih tinggi?

(Dec'11)

About me

Foto Saya
Cie
- writes everything coming to her mind - loves sleeping - wants to own a library - hates routine - loves the pleasure of discovery
Lihat profil lengkapku

Subscribe via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

People Read the Blog

Visitor

hit counter