All That the Nature Shows Me

This is all about what the nature teaches me, through people, nature itself or consciousness.

Jagung Pendek Jagung Tinggi

 


Salah satu hal menyenangkan dari berkebun adalah kegiatan observasi dan eksperimen. Memperhatikan bagaimana tanaman bertumbuh setiap hari, bagaimana respon mereka saat hari sedang terik, saat lupa disiram, saat hari dilanda hujan deras. Lalu kemudian bereksperimen dengan memindah posisi tanaman sehingga paparan sinar mataharinya berbeda. Bereksperimen dengan jumlah air yang diberikan. Pruning atau tidak pruning. Selalu ada hal menarik yang ditunjukkan oleh tanaman. Salah satunya adalah ketika jagung yang disemai bersamaan namun ditempatkan di area yang mendapatkan paparan matahari yang berbeda.

Sebetulnya ini bukan eksperimen terencana. Karena lahan depan rumah kami tidak terlalu luas sehingga ketika orangtua berkunjung, area yang biasanya ditaruh tanaman kami jadikan tempat parkir. Tanaman-tanaman dalam pot dipindahkan ke area pojok. Dengan tidak sengaja tanaman jagung yang ditanam di pot berbeda, diletakkan dengan posisi berjauhan. Satu pot mendapatkan sinar matahari lebih banyak dari yang lainnya.

Setelah sekian lama, akhirnya saya kembali memindahkan pot-pot tanaman yang membutuhkan matahari banyak, ke area full-sun. Kemudian saya baru menyadari bahwa tanaman jagung yang mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak, tumbuh lebih tinggi. 


Karena merawat tanaman itu seperti merawat anak, saya teringat bahwa hal ini mirip dengan bagaimana orang tua yang memberikan akses terhadap hal yang membuat anak berkembang. Dua anak yag memiliki potensi sama, tapi memiliki akses yang lebih mudah untuk berkembang akan menghasilkan dua pribadi yang berbeda. 

Tugas orang tua adalah mengenali kebutuhan anak akan sumberdaya. Karena sumberdaya berlebih pun akan buruk, bahkan bisa merusak alih-alih membuat anak berkembang. Seperti tanaman yang berkembang dengan di tempat yang tidak terlalu banyak matahari, jika diberikan terlalu banyak cahaya matahari justru akan kering dan mati.

Orang tua bukan bertugas sebagai cahaya matahari atau air atau sumber daya lainnya. Orang tua bertugas seperti tukang kebun, membiarkan tanaman mendapatkan akses terhadap sumber daya sesuai kebutuhan. Dan membiarkannya berkembang dengan optimal dengan memanfaatkan sumber daya tersebut.

Semoga saya mampu mengenali kebutuhan sumber daya tanaman-tanaman dan anak-anak, agar bisa menjadi tukang kebun dan juga orang tua.


Sept, 2021


Terpenjara

 Cinta memerdekakan jiwa

Menyadarkan kita sama

Tak berjarak, tak bersekat


Namun tubuh mengenal rindu

Memenjarakan pilu

Kaupun berjarak dan bersekat


Sept, 2021


Dewa Siwa Menjelma Kompos

 

 Salah satu langkah kecil yang saya lakukan untuk mulai memahami dan mewujudkan mimpi berkebun adalah belajar membuat kompos dari sampah organik rumah tangga. Tanpa bermodalkan pengalaman apa-apa saya coba mengikuti kursus online dan mulai membuat kompos kering dengan double-box. Kompos yang seharusnya bisa jadi dalam 18 hari jadi membutuhkan waktu sebulan lebih karena karena saya tidak tahan melihat belatung, saya hanya mampu mengaduk sesekali saja sehingga prosesnya lebih lama. Seperti halnya kegiatan berkebun lainnya, mengkompos ini memberikan pengajaran dan pengalaman spiritual. Saya tiba-tiba melihat Siwa menjelma pada kompos.

Dulu saya tidak pernah paham, mengapa orang mengagungkan dewa kehancuran. Dewa yang meleburkan. Membuat kekacauan. Pemahaman saya yang dangkal dan tebatas pada saat itu hanya mampu melihat bahwa kekacauan dan kehancuran hanya membuat kesakitan dan penderitaan. ‘Mengapa mengagungkan penderitaan’, saya membatin.

Selama mengkompos, saya melihat sampah organik mulai membusuk, bau dan menjijikan. Hal ini mengundang berbagai makhluk seperti belatung hingga ribuan (atau bahkan jutaan) mikroba untuk menghancurkan, membusukkan lalu mengurai sampah-sampah tersebut menjadi nutrisi penting bagi tanah. Setelah proses kompos selesai, beberapa makhluk inipun ikut mati dan menjadi bagian kompos. Kompos, emas hitam yang sangat bernilai karena menyuburkan sumber kehidupan lainnya. Siwa berproses pada pengomposan.

Menghancurkan, meleburkan, membuat sesuatu nampak kacau untuk mempersiapkan kehidupan lain. Memberikan kesempatan untuk hal baik lain terjadi.

Betapa naifnya jika saya hanya mau menghargai semua hal yang baik dan teratur, tanpa menghormati ketidakbaikan dan ketidakteraturan. Jika ini namanya jatuh cinta, mungkin saya jatuh cinta pada Siwa yang menjelma kompos di pagi ini.

Om Namah Shivaya

Jun, 2021

Posted on my medium: https://asti-ayuningtyas.medium.com/dewa-siwa-menjelma-kompos-1bace6f35992

About me

Foto Saya
Cie
- writes everything coming to her mind - loves sleeping - wants to own a library - hates routine - loves the pleasure of discovery
Lihat profil lengkapku

Subscribe via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

People Read the Blog

Visitor

hit counter