All That the Nature Shows Me

This is all about what the nature teaches me, through people, nature itself or consciousness.

Timbangan

"Tuhan tahu dunia tidak adil, kenapa mesti terus menerus mengeluh pada-Nya?"

Seorang kawan pernah berkata demikian. Tahu reaksi saya pertama kali mendengarnya? Kesal! Ya, kesal. Tapi setelah semua mereda dan saya berpikir ulang, bukankah ini PR kita sejak lama: memaknai keadilan.

Saya tidak bisa menjelaskan apa itu keadilan menurut Plato atau pemikir lainnya, jadi tidak perlu repot-repot membaca kelanjutan tulisan ini jika mengharap jawaban pakar. Menurut saya, keadilan yang hakiki itu masih sama misteriusnya seperti tuhan dan cinta. Adapun keadilan yang nyata yang (mestinya) bisa kita perjuangkan adalah berdasarkan perarturan yang berlaku di semua tingkatan kehidupan kita. Keluarga, masyarakat, sekolah, kantor, negara. Harusnya rasa keadilan yang paling nyata dan mungkin terpenuhi ada jika telah mengikuti aturan tersebut. Tapi rupanya, dengan sejelas-jelasnya aturanpun kenyataan tetap bisa diputarbalikkan sehingga kita seringkali merasa ditipu, dikhianati dan dirusak rasa keadilannya.

Jika keadilan pada hal-hal yang jelas saja sulit terwujud, bagaimana kita bisa menjelaskan, menemukan dan merasakan keadilan yang hakiki. Keadilan yang kabarnya berasal dari nurani. Bah, cukup! Tak ada nurani atau keadilan hakiki yang bisa saya ceritakan. Buta saya terhadap mereka.

(Mar'11)

Hujan

Hujan
hanyutkan serta
kisah singkatku
pada lautan makna..

(Mar'11. Hari Minggu yang hujan)

posted from Bloggeroid

Karena Tuhan Sebegitu Sayang Iblis

Terpasung aku pada satu dosa yang tak pernah hilang benar

Muak

pada rasa bersalah
pada rasa terhina

"Aku ingin jadi manusia saja, boleh berdosa berkali-kali"
"Tahukah kau, tuhan sayang iblis"

Dekapan erat ditemani air mata melukiskan siluet kisah yang terbarui

(Mar'11. Makasih Uu)

posted from Bloggeroid

Keseragaman Kami: Sadar Kami Beragam

Malam Minggu yang menyenangkan. Diisi dengan mencicipi sedikit kesadaran, berbagi sedikit kegundahan dan pengalaman. Saya berbagi dengan kawan-kawan di Kedai Kesadaran. Kedai Kesadaran adalah suatu tempat di mana kita saling berbagi untuk mempertahankan naik turunnya kesadaran kita dalam harmoni. Berhubung saya bukan orang yang tepat untuk menjelaskan Kedai ini, saya hanya akan menceritakan apa yang saya alami. Dan ini belum tentu menjelaskan apa itu Kedai Kesadaran secara objektif (emang ada?) atau yang para pengurusnya maknai dari kegiatan ini.

Tema yang cukup berat: apa itu arti hidup. Bukan sesuatu yang bisa terjawab dalam diskusi satu jam. Dan sepertinya kita semua sepakat bahwa ini bukan tema yang akan tuntas dibahas dalam waktu singkat. Pak Haryo, salah seorang peserta yang juga disepuhkan menjelaskan bahwa hidup ini adalah kado istimewa dari Sang Pencipta. IA ingin memberikan kejutan, dan kejutannya adalah arti kehidupan itu sendiri. Sehingga justru pertanyaan itulah sumber dari semua yang kita jalani di hidup ini.

Kawan-kawan yang lain menjelaskan pula bahwa hidup akan berarti saat kita bisa membagi kebahagiaan dengan orang lain. Beberapa memaknai bahwa membahagiakan orang lain, melayani sesama sebenarnya adalah sumber dari ke-ego-an kita karena kita adalah makhluk individualistis.Beragam jawaban mulai dari mendapatkan nilai A pada tugas kuliah adalah makna hidup, hingga kehidupan dalam kematian.

Sayapun tidak akan menjelaskan, apa itu makna hidup. Pertama karena memang saya tidak tahu. Kedua karena seperti beragam jawaban yang diutarakan tadi, kita semua memiliki pengalaman hidup yang berbeda, lingkungan yang membentuk kita dengan berbeda, tahap kesadaran yang berbeda pula.

Namun, pada akhir acara saya tersenyum dengan lepas saat menyadari bahwa, kami berbagi dan tidak saling memaksa. Karena kami sadar kami berbeda. Diskusi untuk mengetahui apa yang orang lain pahami membuat jendela kita untuk memandang dunia lebih lebar.

Ya. Kita beragam. Apapun tujuan hidup yang kita maknai saat ini, mari kita jalani. Lanjutkan hidup dengan menikmati perjalanan dengan hamparan pemahaman di setiap tahap kesadaran kita, dengan lentera berupa pertanyaan: untuk apa saya hidup.

(Mar'11)

Bukan Teman Setiap Orang

Mungkin ini waktunya saya benar-benar mengakui kalau pada situasi tertentu kita tidak dapat memilih untuk menjadi kawan setiap orang. Ada saatnya peran yang harus dimainkan adalah polisi jahat, bawang merah, si jahat. Perlukah saya membela diri, bahwa ini demi kebaikan? Rasanya tak perlu. Namun saya dengan sepenuh diri menyadari tindakan ini dan dengan tangan terbuka menerima segala konsekuensi atasnya.

Ya, nurani sayapun bingung. Saya tak bisa terus abu. Mesti mengambil langkah baru. Pilih peran dengan mantap tanpa ragu. Meskipun peran kecut yang menuai ribut. Peran yang menjadi gunjingan di depan dan di belakangku. Peran yang perlu ditempuh.

Dan peran ini, bukan putri salju baik hati...

Bukankah Muhammad pun tak disenangi setiap orang..namun ia bisa tetap jadi rahmat semesta alam

(Mar'11, bekerja dengan iman)

posted from Bloggeroid

About me

Foto Saya
Cie
- writes everything coming to her mind - loves sleeping - wants to own a library - hates routine - loves the pleasure of discovery
Lihat profil lengkapku

Subscribe via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

People Read the Blog

Visitor

hit counter